Menerapkan Sistem Manajemen Proyek pada Proyek Rumah Tinggal

Jika kita mendengar istilah manajemen proyek, pasti pikiran kita akan tertuju pada proyek dengan skala besar. Hal itu tidak sepenuhnya salah, karena memang kenyataannya sistem tersebut lebih banyak diterapkan pada proyek dengan skala besar, dengan kontraktor besar yang berbadan hukum. Untuk proyek-proyek pemerintah, sudah jelas menerapkan sistem tersebut, karena ada undang-undang yang mengaturnya.

Lalu bagaimana dengan proyek pembangunan rumah tinggal, yang biasanya nilai kontraknya kecil dan tidak sedikit yang kontraktor atau pemborongnya adalah perorangan, atau tidak berbadan hukum. Dalam beberapa proyek yang saya amati, pelaksanaan pekerjaan pada proyek rumah tinggal kurang didukung dengan penerapan sistem manajemen proyek yang sebenarnya sangat membantu, baik bagi kontraktor itu sendiri, dan tentu saja bagi owner. Beberapa di antaranya bahkan tidak didukung dengan dokumentasi yang memadai, baik kontrak, gambar kerja maupun pelaporan progres pekerjaan.

Dalam sistem manajemen proyek pada proyek besar, pasti akan melibatkan beberapa pihak yaitu:
  1. Owner, sebagai pihak pemilik proyek, yang mempunyai kewenangan memerintahkan konsultan perencana, konsultan pengawas/MK dan kontraktor untuk melaporkan pekerjaannya masing-masing.
  2. Konsultan Perencana, yang membuat perencanaan bangunan, meliputi perencaan struktur, arsitektur dan mekanikal elektrikal (ME). Dalam kontrak pekerjaan perencanaan, biasanya termasuk pula kewajiban pengawasan berkala atas pelaksanaan pekerjaan fisik hasil perencanaannya.
  3. Konsultan Pengawas/MK, sebagai representasi dari owner yang bertugas mengawasi pelaksanaan pekerjaan oleh kontraktor. Untuk MK, memiliki kewenangan yang lebih besar, yaitu melakukan review atau perubahan desain, dengan mempertimbangkan kebutuhan sistem dan pertimbangan teknis.
  4. Kontraktor, sebagai pelaksana proyek pembangunan, yang wajib berkoordinasi dengan konsultan pengawas maupun konsultan perencana, menyangkut standar prosedur yang berlaku, yang mengharuskan adanya persetujuan dari konsultan pengawas/MK atau konsultan perencana, pada kegiatan-kegiatan selama proses pelaksanaan pekerjaan.
Menerapkan Sistem Manajemen Proyek pada Proyek Rumah Tinggal

Bagaimana jika sistem manajemen proyek sebagaimana diterapkan di proyek-proyek besar, diberlakukan pada proyek rumah tinggal? Inilah yang akan saya ajukan pada tulisan ini. Pada kebanyakan proyek rumah tinggal, penggunaan jasa perencana (arsitek) dan kontraktor sudah menjadi hal yang biasa ditemui. Namun untuk jasa pengawas, masih jarang ditemui, kecuali untuk proyek dengan nilai kontrak yang cukup besar. Penggunaan jasa pengawas ini terutama karena dua hal, yaitu: 
  1. Owner yang awam terhadap masalah konstuksi.
  2. Owner yang sangat sibuk, sehingga memutuskan untuk menggunakan jasa pengawas untuk mewakili dirinya.
Lalu apa saja yang perlu dilakukan dalam penerapan manajemen proyek pada pelaksanaan proyek rumah tinggal? Berikut saya uraikan hal-hal berikut:
  1. Konsultan perencana (arsitek) melakukan konsultasi dengan owner dalam proses perencanaan, sehingga mendapatkan sebanyak mungkin informasi yang menjadi keinginan owner atas rumah yang diidamkannya.
  2. Konsultan perencana (arsitek) menuangkan produknya dalam sebuah gambar desain (gambar kerja) yang jelas dan detail, dengan RAB yang digunakan sebagai OE (owner estimate) dalam tender pelaksanaan. Konsultan juga wajib membuat RKS yang menjadi dasar metode dan spesikasi pekerjaan yang akan dilaksanakan. Gambar kerja yang menjadi dokumen tender pelaksanaan merupakan gambar for construction (for con)
  3. Owner menunjuk kontraktor untuk melaksanakan pelaksanaan pembangunan, baik dengan penunjukan langsung atau  dengan proses tender.
  4. Untuk memastikan prosedur dan metode kerja berjalan baik dan hasil pekerjaan pekerjaan yang baik, maka sebaiknya owner melibatkan konsultan pengawas untuk melaksanakan tugas tersebut.
  5. Sebelum memulai pelaksanaan pekerjaan, kontraktor melakukan presentasi proyek yang meliputi penjelasan lingkup pekerjaan, metode pekerjaan yang akan diterapkan, alat-alat kerja yang akan digunakan, spesifikasi material yang akan diajukan dan skedul pekerjaan sesuai dengan target waktu yang disepakati dalam perjanjian pemborongan.
  6. Dalam proses pekerjaannya, kontraktor melaksanakan standar prosedur kerja yang meliputi pengajuan ijin kerja pada setiap tahap pekerjaan, pengajuan shop drawing berdasarkan gambar for con, yang menjadi dasar pelaksanaan di lapangan, pengajuan persetujuan material yang akan digunakan dan membuatt laporan dokumentasi pekerjaan. Hal-hal tersebut diajukan ke pihak konsultan pengawas, untuk diteruskan dan disetujui oleh owner.
  7. Konsultan melakukan pengawasan pekerjaan di lapangan dengan segala kewenangannya yang melekat (mengarahkan, menegur, memperingatkan dan menghentikan pekerjaan), membuat laporan pengawasan dan memberikan advis dan saran kepada owner untuk kepentingan proses dan hasil pekerjaan di lapangan.
  8. Konsultan perencana membuat laporan pengawasan berkala untuk memastikan pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan desain perencana. Jika terdapat pelaksanaan yang tidak sesuai dengan desain, maka perencana menyampaikan hal tersebut kepada owner.
  9. Jika ada gambar yang meragukan, maka kontraktor menanyakan kepada konsultan pengawas. Jika hal tersebut adalah masalah teknis, maka pengawas  berhak untuk memutuskan seuai dengan kaidah struktur dan arsitektural. Jika hal tersebut adalah masalah desain, maka pengawas harus mengkonsultasikan dengan owner atau perencana.
  10. Jika ada pekerjaan yang tidak tergambar pada gambar for con maupun RAB, tetapi secara sistem harus dikerjakan, maka kontraktor mengajukan usulan kepada pengawas, untuk diteruskan kepada owner. Jika usulan tersebut disetujui owner, maka pekerjaan tersebut menjadi pekerjaan tambah yang dapat ditagihkan. Pekerjaan tambah juga dapat berasal dari permintaan owner, untuk menambahkan pekerjaan baru yang tidak terdapat pada kontrak.
  11. Setiap pekerjaan tambah atau kurang, harus mendapat persetujuan owner sebelum dilaksanakan.
  12. Kontraktor dan konsultan pengawas melakukan pengukuran progres pekerjaan sebagai dasar penagihan tahapan pembayaran sebagai disepakati dalam kontrak.
  13. Jika pelaksanaan pekerjaan selesai, maka sebelum dinyatakan selesai dan sempurna, maka kontraktor dan pengawas melakukan checklist bersama untuk menilai kelengkapan dan kesempurnaan pekerjaan. Jika  masih ada yang belum lengkap dan sempurna, maka kontraktor wajib melakukan perbaikan. 
  14. Untuk pekerjaan-pekerjaan ME, checklist dilakukan dengan test commisioning untuk memastikan instalasi ME berfungsi dengan baik dan tidak ada kebocoran atau kegagalan sistem.
  15. Jika pekerjaan telah dinyatakan selesai dan sempurna maka dapat dilakukan serah terima pertama (ST-1) pekerjaan dari kontraktor kepada owner dalam sebuah berita acara serah terima, dengan dilampiri as built drawing (gambar sesuai yang terlaksana), data materia yang digunakan  (lengkap dengan tipe dan spesifikasinya) dan sertifikat garansi pada produk material yang memiliki garansi dari produsen.
  16. Setelah ST-1, kontraktor masih bertanggung atas pemeliharaan selama waktu yang disepakati dalam kontrak. Setelah kerusakan selama masa pemeliharaan diperbaiki, maka dapat dilakukan serah terima kedua (ST-2). Dengan ST-2 ini, maka kontraktor berhak atas pembayaran retensi yang masih ditahan pada saat ST-1.  
Demikian poin-poin yang harus dilakukan jika sistem manajemen proyek sebagaimana diberlakukan di proyek besar, diterapkan proyek rumah tinggal. Dengan penerapan sistem manajemen proyek, maka pekerjaan pembangunan rumah tinggal akan berjalan dan memberikan hasil sesuai dengan mutu, waktu dan biaya yang telah ditentukan. Dengan demikian akan memberikan kepuasan kepada owner. Penerapan sistem manajemen proyek ini sekaligus juga memberikan apresiasi terhadap profesi perencana, pengawas dan kontraktor, yang terlibat dalam proyek tersebut. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Jenis-jenis Gypsum Board untuk Plafond dan Partisi

Mengenal Batu Bata dan Penggunaannya